Oleh : Muhammad Faisol Ali *)
Sejak eksistensinya di belahan bumi manusia, santri tidak terlepas dari gaya hidupnya yang serba sederhana. Tidak ada manusia yang menuntut ilmu sesedarhana santri. Kehidupan santri yang sederhana di mata umat sudah menjadi rahasia umum. Atas sebab inilah, santri meski demikian adanya di mata Indonesia memiliki nilai plus dan berperan penting bagi kemajuan Islam dan kemerdekaan Indonesia.
Dan tidaklah mengejutkan bila pada gilirannya dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia. Sebab, sesuatu yang dikonsep jauh-jauh hari dan matang, akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan. Bayangkan, eksisntensi santri di Indoneisa ada sejak abad 12 yang silam. Maka penyebaran Islam di Indonesia begitu cepat melesat ke seantero jagat Indonesia adalah hal yang tak keluar dari batas wajar.
Seiring dengan berlajunya waktu ke arah modernisasi, kehidupan santri sudah mulai berkembang serta memasuki area modern dan atau memang sengaja diperkenalkan ke dunia yang lebih mudah dan landai menjalankan segala aktifitasnya. Kini santri tak perlu lagi belajar menggunakan penerang pelita atau lampu pijar, sudah ada lampu listrik yang lebih terang dan nyaman pada mata. Dulu santri belajar sorogan dengan hanya menatap kitab kuning seraya menggambar melalui nalar pikiran, kini tak perlu lagi. Sudah ada komputer dan proyektor untuk membantu memudahkan belajar. Dan masih banyak kemajuan-kemajuan sarana untuk memudahkan belajar bagi santri.
Sayang, sarana yang seharusnya dapat membantu mengembangkan santri malah menjadikan mereka mental dengan psikologis yang mudah tumbang. Seolah akan menjadi manusia terbelakang bila tanpa alat mesin tersebut. Bila keadaan terus berkelanjutan demikian, tak dapat dipungkiri lagi bahwa generasi santri selanjutnya akan mengalami krisis kritis. Kemajuan teknologi yang seharusnya lebih merangsang generasi untuk giat belajar dan berpikir ternyata jauh dari harapan. Tekonolgi malah menjadikan manusia-manusia takut berpikir bahkan menyerahkan segala urusannya kepada teknologi tanpa pertimbangan. Manusia kini bukan sekedar memperalat teknologi bahkan sudah berani menuhankan teknologi. Ya, inilah salah satu dari efek teknologi bila tidak menjadikannya sebagai alat yang berjalan di jalan yang benar.

Setiap zaman memang memiliki tantangan, dan tantangan zaman ini adalah menjaga etika. Terlepas dari ironi-ironi yang tidak bisa ditutup-tutupi, seorang santri masih memiliki hal yang jauh lebih penting diterapkan di tengah-tengah masyarakat selain hal-hal yang dapat merugikan bahkan mengurangi nilai kesantriannya. Adalah menjaga etika atau akhlaq merupakan keniscayaan yang tidak boleh ditanggalkan. Karena santri dan etika adalah dua unsur yang tidak bisa dilepas. Sejak dulu santri memang spesies manusia yang beretika baik. Namun, sebagai santri bukan berarti dengan mudah menggangap dirinya jauh lebih baik ketimbang yang bukan santri. Siapa saja yang beretika layaknya santri, ia patut dijuluki santri.
Seterusnya, hal yang harus diterpakan oleh santri itu sendiri adalah menerapkan apa yang telah ia peroleh dari pendidikannya di pesantren. Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali mengungkapkan: “Ilmu tanpa pengamalan sesuatu yang gila, sedangkan perbuatan tanpa ilmu dianggap tiada.” Maukah kita sebagai santri dianggap gila?
Bukan sekedar ilmu, katakanlah benda, hanphone, misalnya, tidak akan bermakna bila tidak digunakan apalagi sebuah ilmu ̶ sesuatu yang bersifat abstrak. Seorang penulis bernama Anton Chekhov dalam bukunya menyebutkan: “pengetahuan tidak akan memiliki makna jika Anda tidak mempraktekkannya.
Oleh sebab itu, mengamalkan ilmu tidak akan merugikan orang yang mengamalkannya. Lebih dari itu, orang yang mengamalkan ilmu akan membuat seseorang menjadi mulia di sisi Allah dan manusia. Kita sebagai santri sudah waktunya untuk menjadi pelita di tengah-tengah kegelapan dengan cara menerapkan ilmu-ilmunya. Bukan malah ikut-ikutan meratapi kegelapan itu sendiri. Bila kader-kader santri terus ikut meratapi kegelapan, niscaya bangsa ini tidak akan pernah sampai pada kata ‘maju’ alias tak maju-maju. Tetap di tempat. Di saat bangsa yang lain lari dengan cepat, bangsa kita masih berdiri tegak di tempat.
Semoga generasi santri saat ini menajdi pelita di tengah kegelapan.
*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul