Oleh: Zainal, M.Pd *)
Dunia kita sudah berangsur meninggalkan manajemen secara analog atau manual berubah menjadi bentuk digital atau otomatis. Hal ini sebagai penanda usia peradaban manusia sudah mencapai abad 21 yang segalanya serba digitalisasi di segala bidang. Manajemen dalam proses belajar-mengajar pun juga mengalami perubahan tersebut, E-Learning misalnya.
Jaringan antar node maupun antar server untuk menjalankan website/apps program E-Learning dibangun dari sistematika algoritma, yaitu deretan angka dan bilangannya. Seorang ilmuwan muslim berasal dari Persia bernama Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi memperkenalkan kegunaan angka-angka, termasuk angka nol. Karyanya dalam Bidang Aritmatika, Kitab al-Jam’u wa al-Tafriq bi al-Hisab al-Hindi (The Book of Addition and Subtraction by the Method of Calculation of the Hindus), menjelaskan penggunaan angka hindu: angka satu sampai angka sembilan.
Karya gemilang beliau yaitu buku berjudul Al-Jabar, sebuah buku yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Buku ini sebuah gerakan revolusioner dari konsep matematika Yunani yang berdasarkan pada geometri. Al-jabar menggabungkan teori yang memungkinkan angka rasional, irasional dan magnitude geometris menjadi objek-objek aljabar sehingga mudah dipahami, hari ini kita nikmati fitur maps di gawai pintar hasil pengembanganprojects Google X memanfaatkan karya Al-Jabar. Khawarizmi juga berjasa dalam mengembangkan tabel sinus, cosinus dan trigonometri. Karena karyanya ini al-Khawarizmi disebut sebagai “Bapak Aljabar”.
Penemuan angka nol (zero, 0) oleh Al-Khawarizmi memudahkan menghitung puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya, sehingga penemuan angka nol ini mampu merubah logika berpikir tentang semesta karena angka nol mewakili “ketakterhinggaan”, juga merevolusi manajerial saat itu.
Dengan penggunaan angka nol ini maka kata Arab Shifr yang artinya nol (kosong) diserap ke dalam Bahasa Perancis menjadi kata chiffre, dalam Bahasa Jerman menjadi ziffer, dan dalam Bahasa Inggris menjadi cipher. Bilangan nol ditulis bulat dan di dalamnya kosong namun tak terhingga, di sisi filsafat angka nol ini menjelma banyak sub topik pembahasan. Al-Khawarizmi-pun memperkenalkan tanda-tanda negatif yang sebelumnya tidak dikenal di kalangan ilmuwan Arab serta dunia aritmatika.
Tokoh aritmatika dunia barat seperti Copernicus dan lainnya banyak menyalin serta mengembangkan teori-teori dari para ilmuwan muslim, diantaranya dari Al-Khawarizmi. Misalnya tentang perhitungan ketinggian gunung, kedalaman lembah, dan jarak antara dua buah objek yang terletak antara suatu daerah yang berpermukaan datar atau yang berpermukaan tidak rata, bahkan menghitung massa suatu planet, jarak antar bintang, sampai yang terbaru menghitung luas dari lubang hitam yang di abad 21 ini berhasil diabadikan dalam citra foto. Semua ilmuwan modern mengakui jika tanpa adanya penemuan Al-Khawarizmi di bidang aritmatika tersebut tentu manusia tidak akan mengenal dunia yang sebenarnya.
Penghormatan dunia untuk Al-Khawarizmi, yaitu penggunaan istilah matematika hari ini didasarkan dari karya-karya beliau. Kata Aljabar misalnya, berasal dari kata al-Jabr. Kata logarisme dan logaritma/algoritma diambil dari kata Algorismi, yaitu serapan Bahasa Latin dari nama Al-Khawarizmi. Nama Al-Khawarizmi juga diserap ke dalam Bahasa Spanyol menjadi Guarismo, diserap dalam Bahasa Indonesia berarti Garis. Dan, dalam Bahasa Portugis menjadi Algarismo yang berarti Digit juga bermakna Deret Angka, kata digital ini kemudian dipakai secara umum untuk mendefinisikan suatu kegiatan yang dilakukan secara otomatis.
Akhirnya, apa yang kita temui di keseharian adalah produk dari pemikiran besar di bidang aritmatika. Pondasi keberlangsungan peradaban manusia digital berangkat dari aritmatika. Namun ironisnya, kita memahami dan membutuhkan aritmatika seolah hanya untuk menghitung laba-rugi tanpa memperhatikan kegunaan di aspek lain.
*) Gutu Matematika MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul