Oleh : Mochammad Fathur Rosi, SH *)
Medio 1945 merupakan tahun tonggak sejarah Bangsa Indonesia, di mana salah-satunya para pendiri negara ini mufakat menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Walaupun sebelum Agustus 1945 kala itu Indonesia belum merdeka, sebanyak kurang-lebih 60 tokoh dari perwakilan seluruh elemen Indonesia bermusyawarah dalam Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI).
BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali, sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Sidang resmi pertama dilaksanakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, membahas tentang dasar negara. Sedangkan sidang kedua berlangsung tanggal 10-17 Juli 1945 dengan membahas rancangan Undang-Undang Dasar.
Seperti umumnya sidang, ke-60 tokoh berbeda pendapat tentang usulan-usulan terkait Kemerdekaan Indonesia antara satu dengan lainnya hingga kemudian dibentuk “Panitia Kecil” sebagai perwakilan dari peserta sidang lainnya. Panitia Kecil tersebut beranggotakan delapan orang di bawah pimpinan Ir. Soekarno, dengan anggota terdiri atas Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kyai Haji Wachid Hasjim, Muhammad Yamin, Sutardjo Kartohadikoesoemo, A.A Maramis, Otto Iskandardinata, dan Drs. Mohammad Hatta.
Baca Juga : BERSATU UNTUK INDONESIA TANGGUH (MEMPERINGATI HARI LAHIR PANCASILA 2021)
Panitia Kecil yang beranggotakan delapan anggota ini di kemudian hari berubah komposisi dan bertambah satu anggota yang dikenal dengan sebutan “Panitia Sembilan” bertugas untuk menyelidiki usul-usul mengenai perumusan dasar negara. Panitia Sembilan beranggotakan Ir. Soekarno sebagai ketua, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, A.A Maramis, Mr. Achmad Soebardjo (golongan nasionalis), Kyai Haji Wahid Hasjim, Kyai Haji Kahar Moezakir, Haji Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam). Panitia ini menghasilkan naskah yang disepakati oleh seluruh anggota sidang dan diberi nama “Mukadimah” atau lebih dikenal sebagai “Piagam Jakarta (Jakarta Charter)”. Namun ketika sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 mengalami perubahan rumusan dasar negara yang tercantum dalam naskah Piagam Jakarta. Rumusan dasar negara yang diubah adalah sila pertama yang semula berbunyi ”Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai bentuk saling menghargai terhadap semua golongan agama yang ada.
Segala perbedaan yang ada di medio 1945 yaitu di awal perumusan dasar negara Pancasila seharusnya menjadi perhatian seluruh warga negara, bagaimanapun segala perbedaan dapat diselesaikan dengan cara bermusyawarah. Karena musyawarah mufakat merupakan bagian Pancasila yang berasal dari adab kearifan budaya bangsa ini. Menghargai perbedaan, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, gotong-royong, dan santun dalam menyampaikan pendapat merupakan hal-hal yang patut dicontoh dari para pendiri bangsa untuk dapat diterapkan dalam menyelesaikan Pandemi Covid-19.
Pandemi yang berlarut-larut memang turut memperkeruh disintegrasi kebangsaan dari sisi sosial ekonomi dan kesehatan, namun dengan mengilhami Pancasila sebagai pandangan berbangsa dan mencontoh sikap para pendiri negara, selayaknya kita mampu bersatu dan bersinergi menyelesaikan isu pandemi ini. Karena yang dimaksud sebagai bangsa yang tangguh adalah bangsa yang mampu bersatu untuk melewati segala ujian.
Dengan Pancasila, seluruh rakyat bangsa ini dapat membangun jiwa dan badannya untuk Indonesia Raya. Selamat Hari Lahir Pancasila.
*) Kepala Tata Usaha MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid