Resume Sosialisasi Penguatan Pembelajaran Abad 21 Pada Madrasah

Oleh : Tim Literasi MTs. Miftahul Ulum 2

Jumat (9/7/2021), Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan “Sosialisasi Penguatan Pembelajaran Abad 21 Pada Madrasah”. Sebagai antisipasi penyebaran Covid-19, panitia kegiatan menyelenggarakan webinar via platform Zoom dan YouTube hingga mampu menghimpun 5000 peserta dari civitas madrasah seluruh Jawa Timur.

Prolog

Ketua panitia Dr. Sugiyo, M.Pd memaparkan dalam laporannya, tujuan dari kegiatan ini dilatarbelakangi adanya paradigma baru dalam menyikapi perubahan dunia saat ini, baik itu karena faktor pandemi juga lebih kepada revolusi industri 4.0. Perubahan paradigma pendidikan dalam hal ini harus segera diimplementasikan di tahun ajaran baru 2021/2022 agar madrasah-madrasah di semua jenjang yang ada di Jawa Timur tetap mempertahankan prestasi dan mampu meningkatkan kompetensi guru maupun mutu lulusan agar berdaya guna di masa depan.

Lebih lanjut Kasi Kurikulum dan Kesiswaan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur menyampaikan bahwa perubahan paradigma ini harus masif & terstruktur yang melibatkan semua stakeholder civitas madrasah dari level birokrasi sampai pada garda terdepan yaitu para guru.

Setelah mendengarkan laporan dari ketua panitia, Drs. M Syamsuri kemudian diberikan kesempatan untuk membuka kegiatan. Menurutnya, civitas madrasah Jawa Timur luar biasa semangatnya dalam mengabdi, di tengah pandemi masih mau dan mampu untuk produktif yang salah-satunya mengikuti webinar ini. Madrasah di masa transisi (perubahan paradigma) membutuhkan knowledge (pengetahuan) dan skill (kecakapan) agar potensi peserta didik dapat digali secara maksimal. Pun madrasah harus tetap memiliki bekal attitude (sikap) dan spiritual value (nilai-nilai agama) yang terintegrasi dengan proses pendidikan.

Demi tercapainya perubahan yang dimaksud, para guru harus dibekali kecakapan-kecakapan terkait literasi dan teknologi informasi dan diberikan ruang-ruang Demi tercapainya perubahan yang dimaksud, para guru harus dibekali kecakapan berekspresi serta mengeksplorasi metode pembelajaran bahkan berkolaborasi dengan guru lainnya jika memungkinkan. Kabid Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur ini menegaskan, penting untuk membangun fisik madrasah, namun membangun sumber daya manusia madrasah jauh lebih penting. Sesuai dengan tagline Madrasah Hebat Bermartabat.

Sebelum menutup paparannya, beliau menyitir nasehat Sayidina Ali RA sebagai bentuk dukungan dan komitmen Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur agar seluruh madrasah menyamakan persepsi mengubah pola pengajaran agar sesuai dengan program revolusi pendidikan, “Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka tidak hidup di jamanmu”.

Pengantar

Sesi berikutnya dalam sosialisasi ini diisi oleh Dr. Ahmad Hidayatullah. Fakta saat ini bahwa dunia telah mengalami perubahan tampak dalam banyak hal, mulai perubahan akibat pandemi sampai pada perubahan perilaku masyarakat jika dibandingkan 5 tahun atau 20 tahun. Peserta webinar perlu diajak refleksi kembali ke masa lalu dan mengimajinasikan masa depan agar mengetahui landasan berpikir pembelajaran abad 21 (revolusi pendidikan) yang hendak diterapkan. Jika kita tetap menerapkan pola pikir dan pola pengajaran seperti tahun-tahun sebelumnya yang tidak sesuai dengan kebutuhan di masa depan, dikhawatirkan peserta didik ketika dewasa nanti tidak akan mampu beradaptasi dan kehilangan peranannya dalam mengelola kehidupannya. Secara umum, negara ini akan terjajah oleh bangsa yang lebih menguasai kecakapan atau kemampuan. Bagi civitas madrasah yang tidak mau berubah dan tetap memakai cara lama, akan mengalami kemunduran kompetensi karena waktu, tenaga dan biaya banyak terkuras pada hal yang tidak berguna.

Mengutip Al-Qur’an Surat Anfal ayat 53, “Demikianlah itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Dengan ayat tersebut bahwasanya perubahan itu sebuah kemutlakan, wajib dilakukan dengan segala upaya (effort).

Sebelum “Merdeka Belajar” yang merupakan respon Kementerian Pendidikan atas perubahan paradigma, terlebih dahulu muncul “Revolusi Pendidikan” yang digaungkan Kementerian Agama. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No.184 Tahun 2019, payung hukum ini memungkinkan madrasah untuk berinovasi. Di pihak birokrasi dari kanwil sampai pada kepala madrasah jangan lagi menciptakan ancaman-ancaman yang menimbulkan ketakutan sehingga kontra-produktif dalam pengembangan kompetensi guru, berikan ruang bagi guru-guru untuk berani menyampaikan pendapat dan gagasannya, berkreasi serta berkolaborasi dengan internal civitas madrasah maupun dengan pihak eksternal.

Baca Juga :

VIRTUAL, DEWAN GURU MTS. MU 2 IKUTI SOSIALISASI PENGUATAN PEMBELAJARAN ABAD 21 PADA MADRASAH

Untuk mencetak generasi emas masa mendatang dengan melihat realitas kondisi yang ada, maka perlu kiranya semua civitas madrasah menyamakan persepsi begitu juga visi dan misi pendidikan secara nasional untuk membangun kembali budaya belajar yang benar. Artinya, proses pembelajaran harus tetap berjalan tidak terbatas pada waktu dan kondisi. Membangun budaya belajar ini kuncinya ada pada peran guru pengajar. Tuntutan peran guru harus dapat menjadi fasilitator dengan kreativitas memberikan stimulasi untuk menggali potensi-potensi peserta didik dan mendorong pola pikir kritis, analisis, kreatif serta original.

Dalam kesempatan ini, pria yang juga bagian dari tim penyusun penilaian akreditasi pusat menyampaikan bahwa akan segera diterbitkan Keputusan Kementerian Agama tentang supervisi pembelajaran madrasah. Karena adanya kebutuhan dan berubahnya paradigma maka definisi dari supervisi pun turut berubah. Supervisi bukan lagi berkutat pada penilaian lembaga, namun lebih kepada bimbingan dan pendampingan serta kerja kolaborasi bersama untuk bisa menghasilkan pembelajaran yang efektif demi mencapai target yang telah dicanangkan.

Beliau mencontohkan terkait akreditasi, menurutnya penguji akreditasi jangan hanya fokus pada kelengkapan dan format dokumen tetapi lebih memperhatikan inovasi-inovasi pembelajaran yang dilakukan madrasah. “Bisa jadi ada dokumen yang tidak lengkap karena satu-dua hal, namun madrasah tersebut berinovasi agar siswanya gemar membaca, yang seperti ini bisa dapat poin bagus walaupun kelengkapan dokumen kurang, tidak masalah, jangan takut”, beliau mencoba menyemangati peserta webinar agar optimis dan jangan takut untuk mencoba.

Selain hal itu, keputusan tentang supervisi pembelajaran madrasah ini diharapkan dapat lebih leluasa mengembangkan kreativitas dan kompetensi profesionalisme serta mengembalikan harkat otonomi profesi guru. Harkat ini telah lama tercerabut sehingga masih banyak kita temui birokrat menganggap rendah profesi guru. Padahal guru merupakan garda terdepan dalam mengimplementasikan target sumber daya manusia secara nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat konstitusi.

Kementerian Agama dalam hal ini ingin mewujudkan pendidikan yang bermakna bagi peserta didik di madrasah. Di mana target pembelajaran secara konseptual filosofis, yaitu mengantarkan peserta didik dapat hidup sejahtera. Arti hidup sejahtera di sini adalah suatu kondisi yang dapat menyelesaikan masalah-masalah sepanjang hidupnya. Misalnya, pesimistis akan kondisi terpuruk justru melahirkan optimistis dengan melahirkan ide-ide dan peluang baru, seperti itulah kesejahteraan.

Pembelajaran Abad 21

Pak Ahmad sapaan akrab beliau, mendefinisikan pembelajaran abad 21, yaitu membiasakan peserta didik untuk melakukan aktifitas-aktifitas kebutuhan abad 21 dengan melakukan sebuah upaya-upaya agar peserta didik terbiasa dengan pola-pola pembelajaran baru dan memiliki kompetensi (mutu) serta melakukan upaya-upaya solutif sehingga mampu menjadi pemecah masalah (problem solver).

variabel-variabel dari revolusi pendidikan yaitu yang pertama Internet of Think (IoT), dengan melihat trend kebutuhan hari ini (terlebih di masa depan) menuntut kita menyelesaikan segala masalah tidak terbatas pada situasi maupun kondisi dan menuntut penguasaan teknologi informasi. Variabel kedua Big Data, yaitu sistem penyimpanan terintegrasi yang dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun (open source). Variabel ketiga Artificial Intelligence (AI), kecerdasan buatan dimaksudkan kepada pekerjaan teknis yang dapat dilakukan secara otomatis dan dijalankan dengan sistem komputasi akan menggeser peran manusia kedepannya.

Variabel-variabel ini menjadi kerangka dasar menyusun kebutuhan pembelajaran untuk kehidupan 2030 mendatang, yaitu:

●    Knowledge (pengetahuan), peserta didik harus mampu berpikir kritis, analisis, dan solutif.

●    Skill (kecakapan/kemampuan), peserta didik harus memiliki ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan masyarakat di sekitarnya.

●    Attitudes & Values (sikap dan nilai-nilai), peserta didik harus memiliki daya antisipasi, tanggap dalam bertindak, dan mampu merefleksikan menjadi suatu nilai.

Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi Direktorat KSKK Kementerian Agama RI ini mewanti-wanti civitas madrasah agar jangan terjebak dengan istilah “madrasah digital” atau “pembelajaran abad 21” lantas memikirkan perangkat fisiknya (lalu melakukan pengadaan-pengadaan barang). Justru yang ditekankan di sini adalah para stakeholder pendidikan harus mampu berbudaya digital dan berpikir secara komputasional, membuat terobosan inovasi akan lebih baik, jangan takut untuk salah.

Cakupan revolusi pembelajaran 4.0, meliputi:

●   Anywhere Anytime

●   Personal

●   Flexible Delivery

●   Peers & Mentors

●   Why/Where bukan lagi What/How

●   Practical Application

●   Modular & Projects

●   Student Ownership

●   Evaluated bukan lagi Examined

Cakupan pembelajaran ini dapat dilakukan jika guru dan peserta didik memiliki Kompetensi Literasi. Literasi sangat dibutuhkan untuk kepentingan agar mampu membaca atau mendeskripsikan segala fenomena atau problem yang ada dan menghindari bias kognisi sebagai penyebab kericuhan yang tak perlu. Seiring dengan memiliki kompetensi literasi ini, akan mengasah Kompetensi Kritis dan Kreatif. Pola pikir kritis ini untuk menganalisa permasalahan dan menguji hipotesa yang ditemukan, sedangkan kreatifitas memungkinkan untuk berkolaborasi dengan berbagai sektor yang mana hal ini akan mengasah Kompetensi Komunikatif.

Kompetensi kritis, kreatif, dan komunikatif akan meningkatkan Kompetensi Science. Kemampuan ini merupakan hasil dari menghimpun bukti-bukti, fakta-fakta dan data-data (data primer dan data sekunder) untuk kemudian menjadi bahan membuat keputusan (decision) dan menyelesaikan masalah (problem solving). Di tataran praktis, opsi-opsi untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah selalu ada konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan. Untuk itu perlu Kompetensi Numerasi dalam menimbang dan memperhitungkannya.

Menimbang keputusan sebagai bagian dari kemampuan numerasi perlu dilakukan secara arif bijaksana, jika dapat sejalan dengan nilai-nilai berbudi luhur dapat dipastikan itulah yang dimaksud sebagai Kompetensi Sosial-Budaya. Artinya, kemampuan mendeskripsikan dan mengkaitkan hasil temuan-temuan dengan fenomena yang terjadi (akan terjadi) hingga mampu bersinergi dengan sikap dan perilaku baik di lingkungan sekitarnya.

Budaya belajar dengan benar ini sudah disusun dalam strategi kebijakan kurikulum dan evaluasi. Sekali lagi, kita semua perlu menciptakan situasi agar civitas madrasah mau dan gemar membaca, mau dan gemar mencari informasi, mau dan gemar berdiskusi. Karena awal untuk memiliki kompetensi yaitu dengan membaca.

Epilog

Anis Nurowidah dari MAN 2 Malang selaku moderator acara webinar kemudian membuka sesi tanya-jawab, yang secara teknis menanyakan kaitannya materi yang telah disampaikan dengan regulasi yang ada (dalam hal ini terkait pula dengan aplikasi Simpatika).

Jawaban-jawaban yang disampaikan pemateri pun cukup mencerahkan, ditambah dengan penjelasan dari SKB empat menteri yang menyatakan dimungkinkannya setiap madrasah melakukan konversi-konversi dalam situasi kedaruratan.

Webinar yang berlangsung selama tiga jam ini ditutup dengan pernyataan dari pemateri, “Pintu gerbang kemajuan didapat dari membaca, keberanian guru-guru akan kondusif dan efektif jika dilandasi dengan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, marilah jadi pembelajar (yaitu orang-orang yang tidak henti untuk belajar dari waktu ke waktu) sehingga kita mampu beradaptasi dan eksis secara potensial”.

Sumber :

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *